MALAM itu, keheningan menyelimuti candi Brawijaya yang letaknya di atas bukit Rowobone, Banyubiru, Kabupaten Semarang. Banyak warga berdatangan, mereka melakukan ritual dalam rangka menyambut Tahun Baru Jawa.
Jalannya setapak — menanjak — dan gelap, tak heran banyak pengunjung menggunakan lampu senter sebagai penerang jalan yang mereka lalui.
Secara geografis candi Brawijaya ini berada di atas ketinggian 557 dari permukaan air laut. Diapit oleh tiga desa, yakni sebelah barat desa Kebondowo, sebelah utara Rawa Pening, dan sebelah timur Tegaron.
Candi Brawijaya tingginya 1,5 meter, ia terdiri dari berbagai macam batu tersusun rapi. Bebatuan itu meliputi; batu pondasi, batu uyeb, batu les, dan batu rilief. Dan tiap sisi terdapat antefik (penghubung dari satu sisi ke sisi lain candi, red). Candi ini berlatar belakang keagamaan hindu bila dilihat dari riliefnya. “dibangun sekitar 900 abad lalu,” ujar Ponimin, juru kunci setempat.
Lalu, dia menerangkan menjelang satu suro biasanya warga sekitar melakukan selamatan (kenduri). Adapula peziarah yang datang dari luar desa untuk bersama-sama melakukan ritual. Para peziarah ini biasanya membawa pisang rojo temen, bunga telon, menyan (dupa), dan daun sirih. ‘Ubo rampe’ ini dimaksudkan sebagai sarana permohonan kepada Tuhan.
”Hari-hari seperti ini banyak sekali warga yang ziarah — saling silahturahmi. “Menambah keakraban warga — handai taulan,” kesan Ponimin, yang sudah menjaga candi Brawijaya selama 25 tahun ini.
Lalu dia berharap, “agar generasi penerus harus melestarikan peninggalan sejarah yang tidak ternilai harganya ini.” Sebagai sarana agar masyarakat hidup damai dan banyak rejeki, maka — “Peninggalan leluhur perlu diuri-uri,” imbuhnya.
Ponidi, warga Mragen — Demak ini mengatakan, maksud kedatangannya adalah untuk “nguri-uri peninggalan sejarah, ini candi sudah lama sekali,” singkatnya.
Menurut Kepala Desa Rowobone, Agus Salim (40) menuturkan, “acara satu suro ini sudah turun-temurun, maka setiap suro warga berkumpul di sini. Dari warga menghendaki sampai anak cucu.”
“Acara seperti ini tetap berlangsung kelestariannya, jangan sampai punah, karena ini aset , maka kita uri-uri,” harapnya.
Dia menghimbau agar setiap pengunjung turut menjaga kelestarian candi, karena dulu pernah ada yang hilang. Selain itu, meminta Badan Purbakala Jawa Tengah turut menjaga kelestarian dan mengembangkan candi Brawijaya ini.
“Dibuatkan pendopo dan membangun jalan agar lebih bagus lagi” pintanya kepada Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3). Hal ini, “akan menambah daya tarik tersendiri sehingga pengunjung menjadi lebih rame.”
Candi Brawijaya hingga kini masih menyisakan misteri bagi warga sekitar, mereka ada yang beranggapan kalau di sini makam Brawijaya. Alasannya, di kaki candi terdapat sebongkah batu yang menyerupai makam. Namun, setelah Komunitas mencoba telusuri lebih jauh – saat berbincang-bincang bersama sesepuh desa Rowobone, Sunin mengatakan “Sini bukan makam, dia murco (hilang).”